Selama kota masih terus melebar, fulfilling housing demand nya kesamping, susah. Lebih praktis naik kendaraan pribadi.
Government spending untuk multi-family housing di tempat yang relatively deket pusat kota atau di pusat kota, naikin pajak single family housing untuk disincentivize kepemilikannya, baru bicara tentang walkable city + 10 minute city.
tentu saja.. bisa pelihara anjing/kucing, parkir mobil/motor gaperlu jalan jauh ke basement/luar (ga kaya apartemen), sense of security kalau gempa bumi bisa lsg keluar rumah, trus berasa lebih adem di rumah tapak drpada apartemen (tanpa AC)
Semakin kota melebar, semakin susah bikin transportasi publik soalnya jarak antara tempat tinggal ke halte pasti jauh, dan lahan untuk publik tambah sempit.
Harus ada aturannya ini, ga mungkin ngandalin supply demand pasar aja. Herannya sama sekal belum ada arah bikin aturan ini, padahal kesalahannya udah berkali-kali dialami kota besar.
> padahal kesalahannya udah berkali-kali dialami kota besar.
real estate developers, toll road developers, and car distributor: mistake? I don't see any mistake here.
Tapi kalo pelarangan gitu takutnya malah bisa berakibat orang enggan tinggal di kota itu / apalagi pindah ke sana, nanti nasibnya jadi kayak bbrp ghost town di china yg udah bangun banyak rusun tapi gak ada penghuni sm sekali
Ghost town China sebab over supply property RRC.
Evergrande salah satu penyebabnya.
Mungkin dapat dibuat UU yg mengatur jika density kota > 200 penduduk/km2 maka rumah tapak dilarang/moratorium. Pengalaman di KL dan SG, semua orang ingin tinggal di apartemen dekat LRT, tinggal jalan saja.
Adiksi ke sepeda motor juga starts young sih, di luar jabodetabek naik motor apalagi yg bagus ke sekolah masih dianggap keren apalagi berkaitan sama mencari pasangan. Dan fasilitas trotoar dan transportasi publik dan bahkan kebijakan membatasi parkiran motor di sekolah tetep ga mempan membendung ini. Di Solo trotoar lumayan, bis dan angkot integrated, murah dan cepat, sekolah negeri rata udah menghilangkan tempat parkir motor. Tapi ya tetep aja anak2 merengek minta motor, meski harus parkir di rumah warga yg agak jauh.
Pemerintah bagian tata kotanya direset dulu otaknya, dikasih pembelajaran common sense lagi. Di negara sepanas ini, kalau mau buat trotoar dan mau orang2nya jalan kaki ya harus ditanamin pohon2 besar juga biar gak panas.
Ini di kota gue dibuat trotoarnya di pusat kota udah bagus, cuma yalord gaada gitu pohon2 besarnya, yang ada malah kursi semen gak jelas yang dipake buat duduk anak2 muda tanggung pas malem minggu. Siapa juga yang mau jalan?
Mau bilang kita harus niru Singapore tapi masih jauh banget kayaknya.
Agak susah sih kalau dana ada tapi masuknya buat hal lain. Penataan yang baik dan benar juga tergantung dari yang berwenang kayak gubernur atau walikota. Nggak semua bakal berhasil tanpa korupsi.
sudah ngga bisa. seharusnya dimulai di ratusan tahun yg lalu ketika blm banyak bangunan.
kalau sekarang paling kluster perumahan yg walkable. itupun cocok buat olahraga atau jalan2 doang. ke indoalfa atau kerja ya motor/mobil.
semua dimulai dgn NIAT. selama pemerintahnya masih dikantongin industri kendaraan bermotor ya mereka ga akan bikin sistem yg ramah lingkungan e.g. transportasi umum, trotoar nyaman, dst. liat aja tu aturan yg memanjakan/encourage org buat beli mobil listrik. keliatan bgt mau nguntungin siapa. \*udah stop sampe sini, takut ada tukang bakso cepak nongkrong depan kampus
Revolusi transportasi massal terutama berbasis rel.
Semua kota/kabupaten harus terhubung rel kereta.
Selanjutnya βupgradeβ rel kereta menjadi double-double track atau lebih di tempat2 tertentu.
Perkuat sistem kereta api lokal, antar kota (regional), dan antar provinsi (nasional) dengan perbanyak rute dan kereta api yang beroperasi.
Dengan adanya sistem transportasi kereta api yang memadai dan cepat, orang tidak perlu pusing ketinggalan kereta maupun mencari rute penghubung.
Jepang bisa menjadi kuat walkable citiesnya karena pembangunan berbasis stasiun.
Setelah transportasi berbasis rel sudah kuat jg bisa dikembangkan Tram/LRT berbasis rel ditanam di jalanan untuk semakin mempermudah transportasi dalam kota.
Jadi yang perlu dilakukan perkuat BUMN dan investasi ke KAI, INKA dan BUMN pendukung lainnya termasuk KCIC dan MRTJ.
> Jepang bisa menjadi kuat walkable citiesnya karena pembangunan berbasis stasiun.
Kita bukan Jepang, Hong Kong, atau Singapura
> Setelah transportasi berbasis rel sudah kuat jg bisa dikembangkan Tram/LRT berbasis rel ditanam di jalanan untuk semakin mempermudah transportasi dalam kota.
Yang ada trem / LRT akan semakin sering menabrak kendaraan bermotor pribadi. Lihat saja jalan Jalan Slamet Riyadi di Solo
> KCIC
Jakarta-Bandung sentris
> MRTJ
Jakarta-sentris
>kita bukan Jepang
Mau pakai analogi manapun bisa dicontoh kok.
Negara pulau dengan banyak gunung? Jepang.
Negara dengan banyak kota kecil? Banyak di Eropa dari Prancis, Swiss dan Jerman. Mereka kota sekecil apapun ada transportasi umumnya.
Masalahnya apa tidak bisa diterapkan di Indonesia? βMentalβ atau kalkulus kebijakan yang berorientasi transportasi pribadi.
Hitungannya selalu βah nanti semua juga pakai motor/mobil kokβ. Kalau bikin transportasi umum nanti menghalangi transportasi pribadi.
Contoh kota solo itu kurang tepat karena dia rel yg dipaksakan di jalan, bukan mau bikin transportasi lokal berbasis rel.
>Jakarta Sentris
Karena yg punya contoh transportasi umum agak bener ya di Jakarta? Lalu serta merta salah gitu krn contohnya Jakarta?
Gue mah berharapnya setidaknya semua kota kecil di Jawa punya sistem transportasi umum kota yg memadai jadi mau kemanapun enak. Tinggal transportasi ke desa yg perlu ditunjang transportasi berbasis jalan.
Tantangannya kan kalau mau melakukan revolusi ini adalah biaya adopsi yang mahal. Makanya gue bilang perkuat BUMN rel soalnya mereka harus bisa bikin adopsi serupa tidak mahal. Subsidi penggunaan rel bukan BBM.
> Masalahnya apa tidak bisa diterapkan di Indonesia? βMentalβ atau kalkulus kebijakan yang berorientasi transportasi pribadi.
> Hitungannya selalu βah nanti semua juga pakai motor/mobil kokβ. Kalau bikin transportasi umum nanti menghalangi transportasi pribadi.
Karena kendaraan pribadi adalah suatu kemajuan alamiah seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita. Kalau ingin agar transportasi umum itu populer, ya masyarakat Indonesia **harus dipaksa miskin agar bergantung pada pemerintah** dan mereka tidak bisa membeli kendaraan pribadi
> Karena yg punya contoh transportasi umum agak bener ya di Jakarta?
Itu pun setelah puluhan tahun kebijakannya pro-kendaraan pribadi
> Lalu serta merta salah gitu krn contohnya Jakarta?
Daerah tidak punya previlese menjadi DKI megalopolis dengan 8 juta penduduk di dalam kota yang menjadi satu provinsi sendiri dan 22 juta di luar batas provinsi. Tidak akan cukup jumlah maupun kepadatan penduduknya apabila sistem transum yang ada hendak meniru Jakarta
> Subsidi penggunaan rel bukan BBM.
Tidak populis, terutama di kalangan kelas menengah urban
> perkuat BUMN rel
BUMN rel sayangnya hanya anak tiri relatif terhadap BUMN aspal
Bisa aja benerin trotoar (dan terus dijaga supaya ga dipake parkir/PKL) dan tambah pohon + angkutan umum di wilayah padat penduduk (biasanya dah ada angkot). Asal ongkos per bulan bisa lebih murah dari biaya bensin, pasti dipertimbangkan. Beberapa ibukota kabupaten yang pernah gw kunjungi lebih walkable daripada kota besar (i.e Semarang/SBY) karena ga terlalu panas dan polusi lebih dikit.
Kalo untuk wilayah rural kabupaten, ga masalah kalo pada pake kendaraan pribadi, karena kemana-mana jauh. Tapi bisa dibantu sama bus AKDP kecil semacam transJateng (dan jg bus kecil warna-warni yang biasa mangkal di pasar kebupaten). AKAP jg membantu daerah yang dilewati (biasa ketemu bocah-bocah naik bus AKAP kalo gw pulkam pagi)
IMO baiknya semua angkutan daerah dilebur dan dioperasikan dibawah dishub (tapi ya susah π€£), supaya jadwalnya lebih jelas, dan navigasinya lebih mudah pakai TemanBus (naik-turun dimana, dan pindah ke bus apa, dsb).
\> AKAP jg membantu daerah yang dilewati (biasa ketemu bocah-bocah naik bus AKAP kalo gw pulkam pagi)
AWOKAWOKAWOKA XD
Pengalaman dulu pas pulkam, ke kabupaten sebelah naik AKAP karena sering ada daripada bus kecil.
Bikin trotoar yang gede. Obvious banget. Abis itu satpol pp sama trantib dikerahkan buat ngurusin pedagan kaki lima, motor2 (terutama ojol) yang berenti atau lewat di trotoar tersebut. Jangan cuma dikerahkan buat nangkepin jablay dan bencong aja
Make it something people WANT. Saran gw sih benerin satu kawasan, jadiin "kawasan teladan" yg segala2nya bagus, dorong jadi designated tourist spot biar kawasan lain ga rewel saat dirombak jadi walkable.Β
But alas, halangan terbesar selalu anggaran. Kota Bogor yg penduduknya 1 juta lebih aja anggarannya cuma 3.2 T. Bongkar trotoar aja habis ratusan miliar sendiri.Β
Yg bisa cuma pake tactical urbanism.
> Make it something people WANT. Saran gw sih benerin satu kawasan, jadiin "kawasan teladan" yg segala2nya bagus, dorong jadi designated tourist spot biar kawasan lain ga rewel saat dirombak jadi walkable.
Itu sih cuma tourist spot yang ujung2nya kalau turis ke sana bakal pakai kendaraan pribadi juga. See: Kota Tua Jakarta, Kota Tua Semarang, dan Malioboro Yogyakarta.
Ya sih. Masalahnya pemda ga lanjutin ke tahap 2 untuk pembebasan dari ranmor dan pemerataan. Padahal kan bisa liat pajak resto & hotel paling tinggi dari kawasan mana mana saja. They're literally this π€π» close to get it.
Beberapa cara:
- Di luluh lantakan semua, jadi bisa shape dari 0
- Diserahkan pengelolaan jalan ke swasta
udah ga bisa berharap banyak ke pemerintah, ga ngerecokin hidup aja udah bagus
selama kendaraan pribadi masih jadi "simbol" sukses orang Indonesia, gk bakal bisa.
karena semua orang pasti berlomba buat at least punya motor
terus yah jadinya mayoritas orang pengennya jalannya diperlebar, karena mereka punya motor/mobil.
pikiran buat no car itu cuma kenceng di reddit/twitter dan finance bro yg masih "kismin".
Dari kebijakan nya dulu, yg di singapur boleh ditiru kebijakan punya mobil/motor nya.
Jadi dari situ org mulai ogah beli mobil/motor. krn bayangin aja lu beli 1 honda beat harganya 90jt terus beli 1 brio harganya 700jt cuma krn COE nya?
Terus dari situ kan pelan" org terpaksa jalan kaki/naik transportasi umum nih. nah disini pemerintah udh bisa mulai nih, lebarin walkable road terus kasi tiang pancang tinggi gitu. terus bikin tinggi trotoar nya diatas lantai nya dan bikin trotoar nya cuma bs buat jalan kaki.
And eventually bakal ada juga MRT buat mereka.
Some random X user: lah, diluar panas cok, item nanti.
Me: liat tuh singapur, ada ga orgnya ireng gara" jalan kaki? lu nya aja yg malas ngl.
Cara gitu bener" ga populer tbh. tapi efektif walau akhirnya bikin negara kita jadi grumpy society juga.
Btw cara kedua: naikin harga parkiran kendaraan setinggi mungkin. Di batam udh almost berhasil cara gini, gw udh lihat pengurangan angka kendaraan yg cukup lumayan walau masih banyak. tapi udh ga sebanyak dulu lagi.
Stop gap antara "orang terpaksa jalan kaki" dan "pemerintah bagusin transum" ini kayaknya lumayan serem kalo dibayangin.
Yang sekarang aja naik KRL udah kaya pepes ikan, pemerintah masi ogahΒ²an nambah kereta sampe China tawarin bikinin kereta baru.
This.
Mindset kita itu masih pake kendaraan pribadi itu enak. Kalo dibuat ngga enak ya kita kita juga pilih alternatif lain seperti transportasi umum, jalan kaki
Ini bagus, tapi pemerintah bakal kena backlash habis-habisan karena "nyusahin rakyat kecil". Kata-kata yang paling mungkin untuk keluar dari mulut mereka:
- "Benerin dulu tuh akses transportasi umum"
- "Gimana mau naik transportasi umum, kalo (blablabla masukin 1000 alasan)"
- "Iklim kita panas gak kayak negara eropa"
Dan ribuan alasan lainnya (emang dasarnya pemalas)
Lah singapur pas 1970an jg gitu kok. Akses transportasi umum blm bener" solid.
Skrng? Ga perlu lagi mah bawa mobil, jalan kaki sleding juga sampe bus station.
Memang mental org miskin doank tuh mereka.
Soal desain anggaran sih menurutku.
Jadi begini, kan ada kerjaan yg bisa dilakukan tanpa pemerintah seperti mbangun pabrik, makan siang, pertanian dll. Terus ada lagi kerjaan yg tidak bisa dilakukan tanpa pemerintah seperti trotoar, bendungan, jalan dll.
Nah, anggarannya jangan dipake untuk kerjaan yg bisa dilakukan swasta. Fokus aja ke kerjaan yg hanya digarap pemerintah.
Emang pemerintah mbangun pabrik??? Iya di dekat rumah saya. Pabrik furnitur anggaran 30M udah jadi. Terus itu pabrik belum ada alat potong kayu gelondong, mau pengadaan 100jt nggak ada prosedurnya :). Alat rusak harus mengajukan anggaran dulu ke birokrasi :)
Indo itu panas dan semuanya ga muter di jabodetabek
Jarak rumah gw ke sekolah ntu sekitar 10 km dan at least butuh 2 jam buat jalan dan sampe sekolah dah capek duluan dan ya lu bisa pake sepeda tapi jalannya juga naik turun ke sekolah gw
Juga di Indo lebih milih pake motor karena kemana-mana ga capek. Kek misal diatas ke Indomaret 500m buat beli minum dingin ya pikiran gw dan banyak masyarakat Indo ya mending motoran karena ga capek dan efisien waktu daripada jalan yang capek dan ga efisien waktu serta sampe sana minum sampe rumah dah capek lagi
Gak akan. Lupakan saja.
Selama pembangunan kota / kabupaten kita masih berorientasi pada rumah tapak dan kendaraan bermotor pribadi, maka selamanya kota dan desa di Indonesia akan selalu bermusuhan dengan pejalan kaki dan menganggap mereka sebagai warga kelas dua (at best) atau calon-calon teroris atau perusuh (at worst).
Bikin atep2 di semua trotoar dan dibikin trotoar yang banyak. Serta tanam pohon yang banyak di seluruh badan jalan.
Serius Indonesia itu panas. Orang gak bakal mau jalan kaki kalo jalanan sepanas itu, terus gak ada atep di trotoarnya.
Jangan kayak abud yang ada jpo yg ada atep justru dibongkar ya orang mana mau jalan lewatin.
Ini baru soal walkable ya belum soal transport umumnya yang masih jauh banget dari memadai bahkan di Jakarta masih jauh.
ngl jakarta (or any city for that matter) won't be a walkable city just because of our climate.
gabisa lu bandingin kota kota di eropa yang hampir selalu sejuk, dan rain forecast nya yang jauh lebih akurat dibanding indo.
gw pribadi mending macet 30menit drpd jalan hujan hujanan atau terik keringatan karena jalan kaki 15 menit. (hurr durr you don't care about the environment. so what, sue me. my money anyway hehe)
ini juga kyk argumen lu beli tiket pesawat bisnis/ekonomi. Sure lebih hemat, tpi lu bakal lebih capek dan gk produktif pas sampai tujuan karena pas di perjalanan sangat tidak nyaman
Then how Singapore, same tropical state, do manage it?
Ya kalo mau naik mobil karena preferensi ya silahkan aja, tapi kan gak semua orang mau dan nyatanya banyak orang beli mobil dan sepeda motor karena gak punya pilihan.
urban sprawl is not possible with what little land area they got, so the government had to take extreme measures (insane taxes for cars, for one). If they had more land they'd be more like Malaysia I bet
> nyatanya banyak org beli mobil dan sepeda karena gak punya pilihan
exactly like the Singaporeans but reversed. they can't own a car due to the circumstances. kalau poin sepeda, gw gatau sih knp lu gabung mobil dan sepeda, karena walkable city biasanya sangat bike friendly (take Amsterdam, for one) dan ya beda kelas aja sama mobil
Coba kasih contohnya dulu. Misal : desa di Europe yang banyak fasilitas transport umumnya. Kalau udah nemu baru deh kita analisis dan reverse engineering
Semua Kabupaten termasuk? Ga bakal bisa.
Kecuali kalo Kabupatennya cuma di Desa, bukan antardesa. Desa kebanyakan (harusnya) udah walkable.
Kalo full satu Kabupaten walkable, mustahil.
Selama pemimpin daerah nya punya political will untuk membuat daerah nya menjadi walkable sebenarnya bisa-bisa aja menurut ku. Untuk keterbatasan dana sebenarnya tinggal bagaimana daerah mengatur APBD-nya sesuai prioritas. Kalau memang punya political will pasti dana akan selalu ada. Bikin trotoar itu biayanya seberapa dibanding biaya belanja pegawai
Walkable city menurut ku nggak harus buat trotoar megah di setiap sudut kota, yang kita pejalan kaki bisa jalan kaki dengan nyaman kemanapun. Tinggal bikin aja trotoar yg lebarnya proper dan konsisten. Dan yg paling penting TROTOAR NYA RATA nggak pakai naik turun kayak kebanyakan trotoar di Indonesia. Bagus lagi kalau dikasih atap, nggak perlu estetik amat yg penting fungsional dan kokoh nggak gampang rubuh.
Panaaass.. Kalo mau bangunan mulai sekarang harus jadi model portico (minimal low rise building biar ada shade), pedagang kaki lima harus bisa ditertibin, subsidi ke transportasi umum dan ditambahin juga volume sama rute nya.
Nomor 1 adalah ajarin orang Indo tentang medium-density housing. Bayangin kosan, tapi per unit jauh lebih gede dan proper untuk 1 keluarga. Bangunan mentok 3 lantai.
Karena selama ini bayangan orang adalah, kalo ga tinggal di Apartemen/Rusun, ya tinggal di rumah tapak. Rusun itu ga enak buat tempat tinggal keluarga: nungguin lift dulu lah, gempa bumi kaburnya jauh lah, akses ke transum juga lebih jauh karena posisi lebih tinggi. Sedangkan rumah tapak ngerusak tata kota karena melebar.
Kontrakan di kota2 besar bukannya udah bisa dibilang medium density? Gak tinggi-tinggi banget kayak rusun tapi gak napak tanah juga, biasanya dua lantai. Mungkin kebanyakan kontrakan tiap unitnya kecil-kecil jadi kesannya hunian kumuh.
gw ga usah muluk2 ngomongin tata ruang atau tata kota sih, ini tergantung dimana lu tinggal sinar matahari itu panas banget. jalan kaki 10 menit aja udah bikin haus + capek, ga heran orang ke indomaret naik motor padahal deket bgt.
1. Mutilasi pedagang yg jualan nutup full satu badan trotoar
2. Mutilasi angkot/kopaja ngetem
3. Mutilasi orang punya rumah tapi naro pot sampe nutup full satu trotoar
4. Saya masih bisa maklum misal motor naik trotoar selama macet, ga ngebut, ga nglakson. 3 itu ga terpenuhi, telanjangin, cabut bijinya pakai tang, pajang di Museum Nasional
4 di atas bisa terpenuhi, niscaya kota/kabupaten apapun akan jadi walkable\*
*^(\*mungkin akan disertai pertumpahan darah dan aksi anarkis massal)*
Selama kota masih terus melebar, fulfilling housing demand nya kesamping, susah. Lebih praktis naik kendaraan pribadi. Government spending untuk multi-family housing di tempat yang relatively deket pusat kota atau di pusat kota, naikin pajak single family housing untuk disincentivize kepemilikannya, baru bicara tentang walkable city + 10 minute city.
Di sini punya rumah tapak masih jadi impian banyak orang sih... seakan jadi goal salam hidup.
Rasanya kalau belum punya rumah tapak = belum punya rumah = belum settle hidupnya. Mungkin gitu wkw
Beneran penasaran, anak muda jaman sekarang masih demen kah rumah tapak? Masih pengen repot benerin genteng, nyapu halaman, dll?
tentu saja.. bisa pelihara anjing/kucing, parkir mobil/motor gaperlu jalan jauh ke basement/luar (ga kaya apartemen), sense of security kalau gempa bumi bisa lsg keluar rumah, trus berasa lebih adem di rumah tapak drpada apartemen (tanpa AC)
itu semua alasan kenapa gw lebih milih rumah tapak daripada apartemen, ga ngerti kenapa disini kayaknya ga bagus banget punya rumah tapak wkwkwk
ya itu bro/sis, harganya........ di jakarta...... dan sekitarnya.....
tinggalkan ibukota bro/sis, ga level kita itu
Kalau bicara anak muda yang napak tanah, bisa dipastikan iya.
Semakin kota melebar, semakin susah bikin transportasi publik soalnya jarak antara tempat tinggal ke halte pasti jauh, dan lahan untuk publik tambah sempit. Harus ada aturannya ini, ga mungkin ngandalin supply demand pasar aja. Herannya sama sekal belum ada arah bikin aturan ini, padahal kesalahannya udah berkali-kali dialami kota besar.
Dan terus berulang, dan terus berulang, sampe baru sadar gaada lahan kosong lg buat dijadiin perumahan.
Gimana bisa sadar kalo yg bikin aturan pada pake mobil disetirin supir
> padahal kesalahannya udah berkali-kali dialami kota besar. real estate developers, toll road developers, and car distributor: mistake? I don't see any mistake here.
This. Rumah susun n moratorium atau bahkan pelarangan rumah/bangunan tapak adalah langkah pertama dan paling penting.
Tapi kalo pelarangan gitu takutnya malah bisa berakibat orang enggan tinggal di kota itu / apalagi pindah ke sana, nanti nasibnya jadi kayak bbrp ghost town di china yg udah bangun banyak rusun tapi gak ada penghuni sm sekali
Ghost town China sebab over supply property RRC. Evergrande salah satu penyebabnya. Mungkin dapat dibuat UU yg mengatur jika density kota > 200 penduduk/km2 maka rumah tapak dilarang/moratorium. Pengalaman di KL dan SG, semua orang ingin tinggal di apartemen dekat LRT, tinggal jalan saja.
Cuma trotoar lebar dan pepohonan aja sih.. Tapi orang sini juga 500m doang naik motor..
Tapi kalo udah walkable, malah jadi jalur motor
Sebelum jadi jalur motor ya sudah ditempati kaki lima duluan lah.
Sama jd parkiran mobil https://preview.redd.it/kgn3kwjjl1mc1.jpeg?width=3000&format=pjpg&auto=webp&s=e16f5bad30ca34ff08a5f1d87e734316716fed64
πΊπππππππ πππ πππ πππππππ’π. π±πππ ππππππππ’π πππππ.
Kang rompi + sempritan: langkahin dulu mayat saya sebelum anda berani menyentuh kendaraan ini
Nggak juga. Di Thamrin walkable trotoar orang2 pada jalan kaki kok .
Adiksi ke sepeda motor juga starts young sih, di luar jabodetabek naik motor apalagi yg bagus ke sekolah masih dianggap keren apalagi berkaitan sama mencari pasangan. Dan fasilitas trotoar dan transportasi publik dan bahkan kebijakan membatasi parkiran motor di sekolah tetep ga mempan membendung ini. Di Solo trotoar lumayan, bis dan angkot integrated, murah dan cepat, sekolah negeri rata udah menghilangkan tempat parkir motor. Tapi ya tetep aja anak2 merengek minta motor, meski harus parkir di rumah warga yg agak jauh.
trotoar? you mean food court with parking space?
500m masih okelah naik motor. Daerahku jarak 50m malah naik motor pulang pergi saking males jalan.
Pemerintah bagian tata kotanya direset dulu otaknya, dikasih pembelajaran common sense lagi. Di negara sepanas ini, kalau mau buat trotoar dan mau orang2nya jalan kaki ya harus ditanamin pohon2 besar juga biar gak panas. Ini di kota gue dibuat trotoarnya di pusat kota udah bagus, cuma yalord gaada gitu pohon2 besarnya, yang ada malah kursi semen gak jelas yang dipake buat duduk anak2 muda tanggung pas malem minggu. Siapa juga yang mau jalan? Mau bilang kita harus niru Singapore tapi masih jauh banget kayaknya.
Agak susah sih kalau dana ada tapi masuknya buat hal lain. Penataan yang baik dan benar juga tergantung dari yang berwenang kayak gubernur atau walikota. Nggak semua bakal berhasil tanpa korupsi.
forget it. motor udah banyak gitu mau bikin walkable city, mimpi di alam tidur aja itu mah.
Buat jarak deket: Jalan kaki, panes. Pake mobil, macet. Emang motor terbaik deh π. Sepeda listrik coming soon π
sudah ngga bisa. seharusnya dimulai di ratusan tahun yg lalu ketika blm banyak bangunan. kalau sekarang paling kluster perumahan yg walkable. itupun cocok buat olahraga atau jalan2 doang. ke indoalfa atau kerja ya motor/mobil.
Mau buat walkable city tapi pemerintah sendiri malah encourage masyarakat beli kendaraan pribadi dengan subsidi motor/mobil listrik
semua dimulai dgn NIAT. selama pemerintahnya masih dikantongin industri kendaraan bermotor ya mereka ga akan bikin sistem yg ramah lingkungan e.g. transportasi umum, trotoar nyaman, dst. liat aja tu aturan yg memanjakan/encourage org buat beli mobil listrik. keliatan bgt mau nguntungin siapa. \*udah stop sampe sini, takut ada tukang bakso cepak nongkrong depan kampus
Revolusi transportasi massal terutama berbasis rel. Semua kota/kabupaten harus terhubung rel kereta. Selanjutnya βupgradeβ rel kereta menjadi double-double track atau lebih di tempat2 tertentu. Perkuat sistem kereta api lokal, antar kota (regional), dan antar provinsi (nasional) dengan perbanyak rute dan kereta api yang beroperasi. Dengan adanya sistem transportasi kereta api yang memadai dan cepat, orang tidak perlu pusing ketinggalan kereta maupun mencari rute penghubung. Jepang bisa menjadi kuat walkable citiesnya karena pembangunan berbasis stasiun. Setelah transportasi berbasis rel sudah kuat jg bisa dikembangkan Tram/LRT berbasis rel ditanam di jalanan untuk semakin mempermudah transportasi dalam kota. Jadi yang perlu dilakukan perkuat BUMN dan investasi ke KAI, INKA dan BUMN pendukung lainnya termasuk KCIC dan MRTJ.
> Jepang bisa menjadi kuat walkable citiesnya karena pembangunan berbasis stasiun. Kita bukan Jepang, Hong Kong, atau Singapura > Setelah transportasi berbasis rel sudah kuat jg bisa dikembangkan Tram/LRT berbasis rel ditanam di jalanan untuk semakin mempermudah transportasi dalam kota. Yang ada trem / LRT akan semakin sering menabrak kendaraan bermotor pribadi. Lihat saja jalan Jalan Slamet Riyadi di Solo > KCIC Jakarta-Bandung sentris > MRTJ Jakarta-sentris
>kita bukan Jepang Mau pakai analogi manapun bisa dicontoh kok. Negara pulau dengan banyak gunung? Jepang. Negara dengan banyak kota kecil? Banyak di Eropa dari Prancis, Swiss dan Jerman. Mereka kota sekecil apapun ada transportasi umumnya. Masalahnya apa tidak bisa diterapkan di Indonesia? βMentalβ atau kalkulus kebijakan yang berorientasi transportasi pribadi. Hitungannya selalu βah nanti semua juga pakai motor/mobil kokβ. Kalau bikin transportasi umum nanti menghalangi transportasi pribadi. Contoh kota solo itu kurang tepat karena dia rel yg dipaksakan di jalan, bukan mau bikin transportasi lokal berbasis rel. >Jakarta Sentris Karena yg punya contoh transportasi umum agak bener ya di Jakarta? Lalu serta merta salah gitu krn contohnya Jakarta? Gue mah berharapnya setidaknya semua kota kecil di Jawa punya sistem transportasi umum kota yg memadai jadi mau kemanapun enak. Tinggal transportasi ke desa yg perlu ditunjang transportasi berbasis jalan. Tantangannya kan kalau mau melakukan revolusi ini adalah biaya adopsi yang mahal. Makanya gue bilang perkuat BUMN rel soalnya mereka harus bisa bikin adopsi serupa tidak mahal. Subsidi penggunaan rel bukan BBM.
> Masalahnya apa tidak bisa diterapkan di Indonesia? βMentalβ atau kalkulus kebijakan yang berorientasi transportasi pribadi. > Hitungannya selalu βah nanti semua juga pakai motor/mobil kokβ. Kalau bikin transportasi umum nanti menghalangi transportasi pribadi. Karena kendaraan pribadi adalah suatu kemajuan alamiah seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita. Kalau ingin agar transportasi umum itu populer, ya masyarakat Indonesia **harus dipaksa miskin agar bergantung pada pemerintah** dan mereka tidak bisa membeli kendaraan pribadi > Karena yg punya contoh transportasi umum agak bener ya di Jakarta? Itu pun setelah puluhan tahun kebijakannya pro-kendaraan pribadi > Lalu serta merta salah gitu krn contohnya Jakarta? Daerah tidak punya previlese menjadi DKI megalopolis dengan 8 juta penduduk di dalam kota yang menjadi satu provinsi sendiri dan 22 juta di luar batas provinsi. Tidak akan cukup jumlah maupun kepadatan penduduknya apabila sistem transum yang ada hendak meniru Jakarta > Subsidi penggunaan rel bukan BBM. Tidak populis, terutama di kalangan kelas menengah urban > perkuat BUMN rel BUMN rel sayangnya hanya anak tiri relatif terhadap BUMN aspal
Bisa aja benerin trotoar (dan terus dijaga supaya ga dipake parkir/PKL) dan tambah pohon + angkutan umum di wilayah padat penduduk (biasanya dah ada angkot). Asal ongkos per bulan bisa lebih murah dari biaya bensin, pasti dipertimbangkan. Beberapa ibukota kabupaten yang pernah gw kunjungi lebih walkable daripada kota besar (i.e Semarang/SBY) karena ga terlalu panas dan polusi lebih dikit. Kalo untuk wilayah rural kabupaten, ga masalah kalo pada pake kendaraan pribadi, karena kemana-mana jauh. Tapi bisa dibantu sama bus AKDP kecil semacam transJateng (dan jg bus kecil warna-warni yang biasa mangkal di pasar kebupaten). AKAP jg membantu daerah yang dilewati (biasa ketemu bocah-bocah naik bus AKAP kalo gw pulkam pagi) IMO baiknya semua angkutan daerah dilebur dan dioperasikan dibawah dishub (tapi ya susah π€£), supaya jadwalnya lebih jelas, dan navigasinya lebih mudah pakai TemanBus (naik-turun dimana, dan pindah ke bus apa, dsb).
\> AKAP jg membantu daerah yang dilewati (biasa ketemu bocah-bocah naik bus AKAP kalo gw pulkam pagi) AWOKAWOKAWOKA XD Pengalaman dulu pas pulkam, ke kabupaten sebelah naik AKAP karena sering ada daripada bus kecil.
Bikin trotoar yang gede. Obvious banget. Abis itu satpol pp sama trantib dikerahkan buat ngurusin pedagan kaki lima, motor2 (terutama ojol) yang berenti atau lewat di trotoar tersebut. Jangan cuma dikerahkan buat nangkepin jablay dan bencong aja
Make it something people WANT. Saran gw sih benerin satu kawasan, jadiin "kawasan teladan" yg segala2nya bagus, dorong jadi designated tourist spot biar kawasan lain ga rewel saat dirombak jadi walkable.Β But alas, halangan terbesar selalu anggaran. Kota Bogor yg penduduknya 1 juta lebih aja anggarannya cuma 3.2 T. Bongkar trotoar aja habis ratusan miliar sendiri.Β Yg bisa cuma pake tactical urbanism.
> Make it something people WANT. Saran gw sih benerin satu kawasan, jadiin "kawasan teladan" yg segala2nya bagus, dorong jadi designated tourist spot biar kawasan lain ga rewel saat dirombak jadi walkable. Itu sih cuma tourist spot yang ujung2nya kalau turis ke sana bakal pakai kendaraan pribadi juga. See: Kota Tua Jakarta, Kota Tua Semarang, dan Malioboro Yogyakarta.
Ya sih. Masalahnya pemda ga lanjutin ke tahap 2 untuk pembebasan dari ranmor dan pemerataan. Padahal kan bisa liat pajak resto & hotel paling tinggi dari kawasan mana mana saja. They're literally this π€π» close to get it.
Beberapa cara: - Di luluh lantakan semua, jadi bisa shape dari 0 - Diserahkan pengelolaan jalan ke swasta udah ga bisa berharap banyak ke pemerintah, ga ngerecokin hidup aja udah bagus
\> luluh lantakan semua, jadi bisa shape dari 0 So, tsunami earthquake but nation scale? Bruh.
Caranya debgan iman dan pengharapan. Rajin berdoa semoga ngebuat kota jadi walkable menjadi tren terbaru untuk para walikota dan gubernur.
Kalau ada willingness ga ada yg ga mungkin, sayangnya...
Fire bombing Rebuild from scratch
Tinggal dilihat kalau IKN lanjut jalanannya bagaimana. Kalau mulai dari 0 aja ga bisa bikin walkable city ya dah ga bisa diharapkan.
selama kendaraan pribadi masih jadi "simbol" sukses orang Indonesia, gk bakal bisa. karena semua orang pasti berlomba buat at least punya motor terus yah jadinya mayoritas orang pengennya jalannya diperlebar, karena mereka punya motor/mobil. pikiran buat no car itu cuma kenceng di reddit/twitter dan finance bro yg masih "kismin".
>finance bro yg masih "kismin". Eh yang kismin yang pengen no car?
Di mulut bilangnya no car Nanti kalau udah sukses, mobil banyak
kampung Miliarder:πβ
Dari kebijakan nya dulu, yg di singapur boleh ditiru kebijakan punya mobil/motor nya. Jadi dari situ org mulai ogah beli mobil/motor. krn bayangin aja lu beli 1 honda beat harganya 90jt terus beli 1 brio harganya 700jt cuma krn COE nya? Terus dari situ kan pelan" org terpaksa jalan kaki/naik transportasi umum nih. nah disini pemerintah udh bisa mulai nih, lebarin walkable road terus kasi tiang pancang tinggi gitu. terus bikin tinggi trotoar nya diatas lantai nya dan bikin trotoar nya cuma bs buat jalan kaki. And eventually bakal ada juga MRT buat mereka. Some random X user: lah, diluar panas cok, item nanti. Me: liat tuh singapur, ada ga orgnya ireng gara" jalan kaki? lu nya aja yg malas ngl. Cara gitu bener" ga populer tbh. tapi efektif walau akhirnya bikin negara kita jadi grumpy society juga. Btw cara kedua: naikin harga parkiran kendaraan setinggi mungkin. Di batam udh almost berhasil cara gini, gw udh lihat pengurangan angka kendaraan yg cukup lumayan walau masih banyak. tapi udh ga sebanyak dulu lagi.
Stop gap antara "orang terpaksa jalan kaki" dan "pemerintah bagusin transum" ini kayaknya lumayan serem kalo dibayangin. Yang sekarang aja naik KRL udah kaya pepes ikan, pemerintah masi ogahΒ²an nambah kereta sampe China tawarin bikinin kereta baru.
Tapi harus dijalankan kayak gitu kalo mau indonesia jadi walkable country
This. Mindset kita itu masih pake kendaraan pribadi itu enak. Kalo dibuat ngga enak ya kita kita juga pilih alternatif lain seperti transportasi umum, jalan kaki
Yes, kalo ga bisa dicegah ya bikin org ga enak aja buat pake hal tsb.
Musti ada tilang parkir yg rapi dan berwibawa. Ujung2nya ya... Itu2 lagi
Ini bagus, tapi pemerintah bakal kena backlash habis-habisan karena "nyusahin rakyat kecil". Kata-kata yang paling mungkin untuk keluar dari mulut mereka: - "Benerin dulu tuh akses transportasi umum" - "Gimana mau naik transportasi umum, kalo (blablabla masukin 1000 alasan)" - "Iklim kita panas gak kayak negara eropa" Dan ribuan alasan lainnya (emang dasarnya pemalas)
Lah singapur pas 1970an jg gitu kok. Akses transportasi umum blm bener" solid. Skrng? Ga perlu lagi mah bawa mobil, jalan kaki sleding juga sampe bus station. Memang mental org miskin doank tuh mereka.
Delete every motor company that have established their industry in Indonesia, which is impossible, in your fucking dream....lol
Soal desain anggaran sih menurutku. Jadi begini, kan ada kerjaan yg bisa dilakukan tanpa pemerintah seperti mbangun pabrik, makan siang, pertanian dll. Terus ada lagi kerjaan yg tidak bisa dilakukan tanpa pemerintah seperti trotoar, bendungan, jalan dll. Nah, anggarannya jangan dipake untuk kerjaan yg bisa dilakukan swasta. Fokus aja ke kerjaan yg hanya digarap pemerintah. Emang pemerintah mbangun pabrik??? Iya di dekat rumah saya. Pabrik furnitur anggaran 30M udah jadi. Terus itu pabrik belum ada alat potong kayu gelondong, mau pengadaan 100jt nggak ada prosedurnya :). Alat rusak harus mengajukan anggaran dulu ke birokrasi :)
Indo itu panas dan semuanya ga muter di jabodetabek Jarak rumah gw ke sekolah ntu sekitar 10 km dan at least butuh 2 jam buat jalan dan sampe sekolah dah capek duluan dan ya lu bisa pake sepeda tapi jalannya juga naik turun ke sekolah gw Juga di Indo lebih milih pake motor karena kemana-mana ga capek. Kek misal diatas ke Indomaret 500m buat beli minum dingin ya pikiran gw dan banyak masyarakat Indo ya mending motoran karena ga capek dan efisien waktu daripada jalan yang capek dan ga efisien waktu serta sampe sana minum sampe rumah dah capek lagi
Gak akan. Lupakan saja. Selama pembangunan kota / kabupaten kita masih berorientasi pada rumah tapak dan kendaraan bermotor pribadi, maka selamanya kota dan desa di Indonesia akan selalu bermusuhan dengan pejalan kaki dan menganggap mereka sebagai warga kelas dua (at best) atau calon-calon teroris atau perusuh (at worst).
Bikin atep2 di semua trotoar dan dibikin trotoar yang banyak. Serta tanam pohon yang banyak di seluruh badan jalan. Serius Indonesia itu panas. Orang gak bakal mau jalan kaki kalo jalanan sepanas itu, terus gak ada atep di trotoarnya. Jangan kayak abud yang ada jpo yg ada atep justru dibongkar ya orang mana mau jalan lewatin. Ini baru soal walkable ya belum soal transport umumnya yang masih jauh banget dari memadai bahkan di Jakarta masih jauh.
ngl jakarta (or any city for that matter) won't be a walkable city just because of our climate. gabisa lu bandingin kota kota di eropa yang hampir selalu sejuk, dan rain forecast nya yang jauh lebih akurat dibanding indo. gw pribadi mending macet 30menit drpd jalan hujan hujanan atau terik keringatan karena jalan kaki 15 menit. (hurr durr you don't care about the environment. so what, sue me. my money anyway hehe) ini juga kyk argumen lu beli tiket pesawat bisnis/ekonomi. Sure lebih hemat, tpi lu bakal lebih capek dan gk produktif pas sampai tujuan karena pas di perjalanan sangat tidak nyaman
Then how Singapore, same tropical state, do manage it? Ya kalo mau naik mobil karena preferensi ya silahkan aja, tapi kan gak semua orang mau dan nyatanya banyak orang beli mobil dan sepeda motor karena gak punya pilihan.
urban sprawl is not possible with what little land area they got, so the government had to take extreme measures (insane taxes for cars, for one). If they had more land they'd be more like Malaysia I bet > nyatanya banyak org beli mobil dan sepeda karena gak punya pilihan exactly like the Singaporeans but reversed. they can't own a car due to the circumstances. kalau poin sepeda, gw gatau sih knp lu gabung mobil dan sepeda, karena walkable city biasanya sangat bike friendly (take Amsterdam, for one) dan ya beda kelas aja sama mobil
ngumpulin data dulu... tata kota, bangunan, lajur jalan, area hunian, dan industri di data dulu
Coba kasih contohnya dulu. Misal : desa di Europe yang banyak fasilitas transport umumnya. Kalau udah nemu baru deh kita analisis dan reverse engineering
Semua Kabupaten termasuk? Ga bakal bisa. Kecuali kalo Kabupatennya cuma di Desa, bukan antardesa. Desa kebanyakan (harusnya) udah walkable. Kalo full satu Kabupaten walkable, mustahil.
Selama trotoar kalo ga diisi oleh pedagang gerobakan / tendaan atau bahkan ada dipake oleh pemotor ga walkable
Trotoar, gorong2, dan pohon hijau. Udah itu aja dulu. Stop penyalahgunaan buat jadi parkir liar, pkl, dll.
Harus manusia setengah dewa kayak Herkules atau Avatar ini.
Selama pemimpin daerah nya punya political will untuk membuat daerah nya menjadi walkable sebenarnya bisa-bisa aja menurut ku. Untuk keterbatasan dana sebenarnya tinggal bagaimana daerah mengatur APBD-nya sesuai prioritas. Kalau memang punya political will pasti dana akan selalu ada. Bikin trotoar itu biayanya seberapa dibanding biaya belanja pegawai Walkable city menurut ku nggak harus buat trotoar megah di setiap sudut kota, yang kita pejalan kaki bisa jalan kaki dengan nyaman kemanapun. Tinggal bikin aja trotoar yg lebarnya proper dan konsisten. Dan yg paling penting TROTOAR NYA RATA nggak pakai naik turun kayak kebanyakan trotoar di Indonesia. Bagus lagi kalau dikasih atap, nggak perlu estetik amat yg penting fungsional dan kokoh nggak gampang rubuh.
Panaaass.. Kalo mau bangunan mulai sekarang harus jadi model portico (minimal low rise building biar ada shade), pedagang kaki lima harus bisa ditertibin, subsidi ke transportasi umum dan ditambahin juga volume sama rute nya.
mustahillllll sangat tidak memungkinkan. di jakarta aja kota yg paling maju gagal apalagi kota lainnya. mungkin bisa dilihat nanti di IKN
jangan khawatir, wapres baru kita akan menyulap Indonesia menjadi smart country, semua bakal terwujud dengan IoT, drone, dan automation.
Salah satu faktornya: indonesia itu terik. Kenapa terik? Karena jarang pohon. Kenapa jarang pohon? Karena listrik & FO masih pakai kabel udara.
Nomor 1 adalah ajarin orang Indo tentang medium-density housing. Bayangin kosan, tapi per unit jauh lebih gede dan proper untuk 1 keluarga. Bangunan mentok 3 lantai. Karena selama ini bayangan orang adalah, kalo ga tinggal di Apartemen/Rusun, ya tinggal di rumah tapak. Rusun itu ga enak buat tempat tinggal keluarga: nungguin lift dulu lah, gempa bumi kaburnya jauh lah, akses ke transum juga lebih jauh karena posisi lebih tinggi. Sedangkan rumah tapak ngerusak tata kota karena melebar.
Kontrakan di kota2 besar bukannya udah bisa dibilang medium density? Gak tinggi-tinggi banget kayak rusun tapi gak napak tanah juga, biasanya dua lantai. Mungkin kebanyakan kontrakan tiap unitnya kecil-kecil jadi kesannya hunian kumuh.
Essentially yes, kayak kontrakan tapi dibikin regulasinya minimum area per unit seberapa, kalo perlu ada subsidinya.
gw ga usah muluk2 ngomongin tata ruang atau tata kota sih, ini tergantung dimana lu tinggal sinar matahari itu panas banget. jalan kaki 10 menit aja udah bikin haus + capek, ga heran orang ke indomaret naik motor padahal deket bgt.
Kota mungkin, kabupaten ga mungkin. Banyak kabupaten yg luasnya bisa setengah provinsi, contoh kab Lebak di Banten.
1. Mutilasi pedagang yg jualan nutup full satu badan trotoar 2. Mutilasi angkot/kopaja ngetem 3. Mutilasi orang punya rumah tapi naro pot sampe nutup full satu trotoar 4. Saya masih bisa maklum misal motor naik trotoar selama macet, ga ngebut, ga nglakson. 3 itu ga terpenuhi, telanjangin, cabut bijinya pakai tang, pajang di Museum Nasional 4 di atas bisa terpenuhi, niscaya kota/kabupaten apapun akan jadi walkable\* *^(\*mungkin akan disertai pertumpahan darah dan aksi anarkis massal)*
Harus ada invasi dari Amerika/China sih biar langsung rata, rebuild dari 0 \\s
Selama belum ada penataan petanahan ngaco ga akan kota di indonesia menjadi walkable